
Perbedaan Delik Aduan(Klacht Delict) dan Delik Biasa(Gewone Delicten) Dalam Perkara Hukum Pidana
Banyak subyek hukum pidana, kita sering mendengar apa itu delik?dan delik sendiri biasa kita kenal dan dengar ada 2 yaitu Delik Aduan (Klacht Delict) dan delik biasa (Gewone Delicten). Lalu bagaimana cara kita bisa membedakan 2 delik tersebut yang notabene mempunyai pengertian yang hampir sama. Berikut ulasan bagaimana cara membedakan delik aduan dan delik biasa.
Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak senganja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum.
Pada dasarnya dalam suatu perkara pidana, pemprosesan perkara tersebut digantungkan pada jenis deliknya. Terdapat 2 (dua) jenis delik yang berhubungan dengan pemrosesan perkara pidana, yaitu:
Delik Aduan (Klacht Delict)
Delik Biasa (Gewone Delicten)
1. Apa itu Delik Aduan (klacht delict)
Delik Aduan mempunyai arti yaitu, Menurut Drs. P.A.F. Lamintang, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia yaitu “Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Sedangkan delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan.”
Menurut, Drs. Adami Chazawi, dalam bukunya Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana” Tindak Pidana Aduan (klacht delicten) adalah tindak pidana yang untuk dapatnya dilakukan penuntutan pidana disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh yang berhak mengajukan pengaduan, yakni korban atau wakilnya dalam perkara perdata (pasal 72 KUHP) atau keluarga tertentu dalam hal-hal tertentu (pasal 73) atau orang yang diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh orang yang berhak. Tanpa adanya pengaduan dari pihak yang berhak mengadu yang menjadi korban pelaku, maka seorang pelaku tidak dapat dituntut”
R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)” membagi delik aduan menjadi dua jenis yaitu:
Delik Aduan Absolut, ialah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan berikutnya, 332, 322, dan 369. Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya tekadang dilakukan dengan rahasia. Oleh karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya, jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap perzinahan (Pasal 284) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta) jangan dilakukan penuntutan.
Delik Aduan Relatif, ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang ditentukan dalam Pasal 367, lalu menjadi delik aduan. Delik-delik aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404, dan 411. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan inidapat dibelah. Misalnya, seorang bapa yang barang-barangnya dicuri (Pasal 362) oleh dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan hanya seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal ini harus meminya: “saya minta supaya anak saya yang bernama A dituntut”.
Dalam hal Delik Aduan diadakan tidaknya tuntutan, terhadap delik itu digantungkan pada ada tidak adanya persetujuan dari yang dirugikan, yaitu jaksa hanya dapat menuntut sesudah diterimanya aduan dari yang dirugikan. Selama yang dirugikan belum memasukkan aduan maka jaksa tidak dapat mengadakan tuntutan.
2. Apa itu Delik Biasa ( Gewone Delicten)
Delik Biasa sering juga disbut Kriminal murni, yaitu semua tindak pidana yang terjadi dan tidak bisa dihentikan prosesnya dengan alasan yang bisa dimaklumi seperti di dalam delik aduan. Misalnya penipuan. Meskipun korban sudah memaafkan atau pelaku mengganti kerugian, proses hukum terus berlanjut sampai vonis karena ini merupakan delik murni yang tidak bisa dicabut.
Dalam Delik Biasa perkara tersebut dapat diproses tanpa adanya persetujuan dari yang dirugikan (korban). Jadi, walaupun korban telah mencabut laporannya kepada pihak yang berwenang, penyidik tetap berkewajiban untuk memproses perkara tersebut.
Berdasar pada uraian tersebut, terhadap Delik Aduan (klacht delicten), dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya dapat dilakukan penuntutannya apabila ada pengaduan dari orang yang merasa dirugikan. Sehingga yang berwajib (dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh polisi, kejaksaan, dan hakim) dapat memproses pelaku yang diadukan. Sementara, terhadap Delik Biasa (gewone delicten), tanpa harus ada yang melakukan pengaduan, penuntutan dapat dilakukan. (Sumber Advokindo)