Menggugat Penodaan Agama
Tajul Muluk sudah menjadi korban. Siapa bakal menyusul?
WARGA negara Republik Indonesia akan meminta keadilan dan kepastian hukum kepada Mahkamah Konstitusi terkait penerapan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.
Kami percaya pasal tersebut tak bisa diterapkan terhadap warga negara tanpa prosedur berupa teguran dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Akibat penerapan pasal tersebut tanpa prosedur dimaksud, maka penanganan urusan agama—yang semestinya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat—menjadi sesat dan tidak jelas.
Penerapan pasal tersebut tanpa prosedur dimaksud, seperti yang telah terjadi dalam kasus peradilan sesat terhadap Saudara Tajul Muluk di Pengadilan Negeri Sampang, akan merugikan hak konstitusional warga negara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2).
Karena itu, kami meminta Mahkamah Konstitusi menguji materi penerapan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Hormat kami,
Kantor LBH Universalia
Ahmad Taufik, SH
Direktur